Sudah lama sebenarnya saya ingin
menulis ini. Tapi entah belum sempat atau memang saya malas menulisnya.
Perjalanan ini saya lakukan ditahun 2015 tepatnya dibulan April. Perjalanan ke
sebuah tempat yang mungkin menurut kebanyakan orang biasa saja karena sudah
banyak yang melakukannya dan berdiri diatas puncaknya. Tapi bagi saya lebih
dari itu, ini adalah sebuah mimpi dan penantian panjang. Akhirnya saya dapat
kesempatan untuk mewujudkan mimpi itu. Banyak faktor pendukung untuk mencapai
semuanya. Dari faktor biaya, team, waktu dan kesempatan. Semua adalah satu
kesatuan.
Mimpi itu dimulai ketika zaman
SMA, sekitar tahun 2004. Diberi tugas oleh guru bahasa Indonesia untuk membuat
sinopsis dari sebuah novel. Dan saya dipinjamkan oleh seorang teman sebuah
novel karya Mira W yang berjudul “Segurat Bianglala di Pantai Senggigi”. Dari
novel itu pertama kali saya mengenal Gunung Rinjani – meskipun bukan gunung
pertama yang saya daki – dan saya sudah memiliki bayangan sendiri tentang
gunung itu. Semua pesona dan keindahannya tercipta didalam pikiran saya.
Bandara Lombok Praya |
Perjalanan dimulai dari bandara
Soekarno-Hatta menuju Lombok Praya. Sesampainya disana kami – saya dan empat
teman saya – menyewa mobil untuk mengantarkan kami menuju Sembalun, sebuah desa
yang menjadi gerbang masuk untuk pendakian gunung Rinjani. Sesampainya di RTC
(Rinjani Trekking Center) kami langsung registrasi dan mendirikan tenda –
setelah meminta ijin kepada petugas tentunya – untuk bermalam sebelum
melanjutkan pendakian esok harinya.
Pintu Gerbang Sembalun |
Perjalanan kami mulai pukul 06.00
WITA. Setelah melewati pintu gerbang pendakian Sembalun kami disambut oleh
savana yang luas. Saya pribadi sedikit merasa khawatir pada saat awal-awal
pendakian. Kami sempat kebingungan mencari jalur pendakian yang benar, karena
penunjuk jalan disana tidak begitu lengkap. Tidak ada satupun dari kami yang
menyewa jasa porter, padahal kami semua baru pertama kali melakukan pendakian
ke gunung Rinjani. Mengingat cerita kemarin di RTC bahwa sebaiknya para pendaki
yang baru pertama kali melakukan pendakian ke Rinjani menyewa jasa porter, atau
minimal satu orang dari tim sudah ada yang pernah melakukan pendakian ke
Rinjani sebelumnya. Menurut mereka takut kalau terjadi hal yang tidak
diinginkan, tapi kami berlima yakin saja bahwa tidak akan ada apa-apa selama
pendakian nanti.
Savana |
Setelah beberapa saat akhirnya
keraguan kami terjawab, ada beberapa porter yang membawa rombongan bule
melintas. Saya pikir tadinya hanya kami berlima saja yang melakukan pendakian,
karena memang kami melakukan pendakian pada saat Rinjani baru dibuka untuk
pendakian setelah tutup selama 3 bulan. Ternyata menjelang siang banyak sekali
turis asing yang melakukan pendakian, serasa kami sedang mendaki gunung diluar
negeri. Menurut saya Rinjani adalah gunung para bule, karena hanya beberapa
pendaki lokal saja yang saya temui.
Memang nasihat orang tua itu
benar adanya, bahwa kami harus menyewa porter. Jalur pendakian mulai terasa
berat pada saat melalui bukit penyesalan. Entah ada 7 atau 9 bukit yang harus
kami lalui, serasa perjalanan itu tidak ada habisnya. “Sebentar lagi mas,
kira-kira satu jam lagi sampai Plawangan,” kata pendaki lain menyemangati. Ah,
tapi untuk yang satu ini saya tidak pernah percaya. Kami jalani saja dengan
sabar dan keyakinan kuat bahwa kami akan sampai.
Dengan perjuangan dan kerja keras, akhirnya kami tiba di Plawangan Sembalun sekitar pukul 18.00 WITA. Hari sudah mulai gelap saat kami harus mendirikan tenda. Angin di Plawangan berhembus kencang dan malam semakin larut. Tapi cuaca cerah malam itu. Disaat kami mulai tidur untuk memulihkan tenaga untuk persiapan pendakian dini hari ke puncak, tiba-tiba lirih terdengar suara desahan dari tenda sebelah. Ternyata sepasang anak manusia berdarah Eropa sedang bercinta. Oh, shit man!!!
Lanjut Part 2
Dengan perjuangan dan kerja keras, akhirnya kami tiba di Plawangan Sembalun sekitar pukul 18.00 WITA. Hari sudah mulai gelap saat kami harus mendirikan tenda. Angin di Plawangan berhembus kencang dan malam semakin larut. Tapi cuaca cerah malam itu. Disaat kami mulai tidur untuk memulihkan tenaga untuk persiapan pendakian dini hari ke puncak, tiba-tiba lirih terdengar suara desahan dari tenda sebelah. Ternyata sepasang anak manusia berdarah Eropa sedang bercinta. Oh, shit man!!!
Lanjut Part 2
http://pelangimerah99.blogspot.co.id/2017/11/5-klub-eropa-yang-ikut-merayakan.html
BalasHapushttp://pelangimerah99.blogspot.co.id/2017/11/lewandowski-kembali-perkuat-bayern.html
http://pelangimerah99.blogspot.co.id/2017/11/pelangikita.html
Tunggu Apa Lagi Guyss..
Let's Join With Us At Pelangikita.com ^^
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami
- BBM : D8C5975D
- WHATSAPP : +855 98 874 349
- LINE : poker_pelangi