Baturaden
– Magelang
28
Desember 2012
Sekitar
jam 4 sore kami tiba di Baturaden. Cukup mendung langit hari itu, tapi tidak
sampai turun hujan. Baturraden dikenal sebagai tempat pariwisata atau
peristirahatan pegunungan sejak tahun 1928 yang memiliki hawa yang sejuk dan
cenderung sangat dingin dengan suhu 18°C-25°C. Secara Geografis Baturraden terletak
di sebelah selatan di kaki gunung Slamet dengan ketinggian 3.428 meter,
merupakan gunung berapi terbesar serta gunung tertinggi kedua di Jawa.
Baturraden terletak pada ketinggian sekitar 640 meter diatas permukaan laut.
Baturraden
adalah keindahan yang memancar dari lereng Gunung Slamet. Lokasi wisata yang
berjarak hanya sekitar 15 km dari kota Purwokerto, Jawa Tengah ini, tak hanya
menyimpan panorama alam yang molek, tetapi juga cerita rakyat tentang Raden
Kamandaka, atau Lutung Kasarung yang cukup akrab di masyarakat Indonesia.
Baturraden (sering
juga ditulis "Baturaden") adalah sebuah kecamatan
di Kabupaten Banyumas, Provinsi
Jawa Tengah, Indonesia.
Istilah Baturraden sendiri berasal dari dongeng yang berkembang di masyarakat.
Dahulu kala ada seorang putra raja ("raden") yang mencintai seorang
pembantu ("batur"). Namun oleh kedua orang tuanya tidak disetujui,
dan mengakhiri hidupnya di tempat yang kini bernama "Baturraden".
Sayangnya
kami tidak sempat masuk kedalam kawasan Baturraden, karena sore ini juga kami
harus melanjutkan perjalanan menuju magelang. Hari mulai gelap saat kami jalan
dan hujan pun turun. Jalur yang kami ambil adalah Sumpiuh – Kebumen – Purworejo
– Magelang. Di daerah sumpiuh kami istirahat sejenak di Pringsewu. Setelah itu
kami melanjutkan perjalanan lagi. Singkat cerita kami sampai di magelang
sekitar jam 12 malam, dirumah kakek teman saya tepatnya di desa Blabak,
Magelang. Yang lain langsung masuk rumah untuk istirahat. Saya dan 2 teman saya
memutuskan untuk keluar melihat-lihat lingkungan sekitar karena sekilas saya
melihat keramaian dan terdengar suara musik. Ternyata sedang ada acara hajatan
di rumah penduduk sekitar, saya tidak tahu persis apakah khitan atau
pernikahan. Yang membuat saya tertarik adalah hiburan yang sedang berlangsung.
Ada sekitar 13 penari pria dan wanita dewasa dan anak-anak dengan kostum yang
nyentrik menurut saya dengan hiasan bulu-bulu dikepalanya. Saya bertanya kepada
warga sekitar, mereka menyebutnya ndayakan/topeng ireng.

Malam semakin larut, kami memutuskan pulang dan istirahat untuk melanjutkan perjalanan esok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar